Nasional

Semangat Kartini Tetap Relevan dengan Tafsir Kebangsaan kemudian Keagamaan Modern

Gragehotels.co.id – JAKARTA – Peringatan Hari Kartini pada 21 April mengingatkan untuk semua pihak akan pentingnya emansipasi kaum hawa. Kesetaraan gender lalu penolakan terhadap diskriminasi perempuan merupakan nilai-nilai yang digunakan harus terus diperjuangkan di konteks keagamaan yang tersebut kontekstual.

Direktur Nasional GusDurian Network Indonesia (GNI), Alissa Wahid menyoroti bagaimana semangat emansipasi Kartini bisa jadi mempengaruhi penafsiran agama yang tersebut modern terhadap kedudukan perempuan.

“Semangat perjuangan Kartini mencerminkan nilai-nilai keadilan kemudian keberanian untuk melawan ketidakadilan. Prinsip Ibu Kartini ini relevan bahkan hingga ketika ini, mengingat masih adanya ketidakadilan serta penyalahgunaan tafsiran agama untuk menindas perempuan,” kata Alissa pada keterangannya dikutip, Kamis (25/4/2024).

Dalam konteks tafsir agama Islam, Alissa menyoroti ayat-ayat yang digunakan memerintahkan perlakuan baik terhadap perempuan. Menurutnya, ada berbagai perintah Allah terhadap laki-laki untuk memperlakukan perempuan dengan baik. Ia menegaskan ajaran Islam menekankan perlunya kesetaraan gender lalu perlakuan adil terhadap perempuan.

Dirinya mengungkapkan, seiring dengan semangat perjuangan Kartini di memperjuangkan kesetaraan juga keadilan, penyalahgunaan agama untuk mendiskriminasi wanita seharusnya dapat dihindari. Radikalisasi kaum hawa untuk menyebarkan radikalisme juga terorisme juga harus dilihat sebagai ancaman serius bagi keamanan lalu stabilitas masyarakat.

Alissa menyoroti pentingnya memahami ajaran agama secara kontekstual untuk menghindari penafsiran yang tersebut ekstrem. Ajaran agama harus dipahami dengan bijak serta kontekstual, agar tiada disalahgunakan untuk tujuan urusan politik atau kekerasan, apalagi menjadikan perempuan sebagai tamengnya.

“Islam mengajarkan perdamaian juga kasih sayang, bukanlah kekerasan atau intoleransi. Kita perlu memerangi pemahaman yang mana menyimpang dan juga merusak citra agama. Agama itu diturunkan untuk menyempurnakan akhlak manusia, bukanlah sebagai legitimasi untuk merendahkan golongan atau kaum tertentu,” katanya.

Ketua Tanfidziyah PBNU periode 2022-2027 ini juga mengkaji tentang perubahan sosial yang dibawa oleh Nabi Muhammad, sehingga mampu mengubah paradigma rakyat terhadap perempuan. Sebelumnya, perempuan cuma dianggap sebagai komoditas juga tak miliki hak untuk berpendapat. Namun, dengan hadirnya ajaran Islam, perempuan diberi hak-hak yang mana sejenis dengan laki-laki, bahkan pada hal pengambilan keputusan.

Tidak hanya saja itu, Nabi Muhammad juga memperlihatkan untuk bermusyawarah dengan istri ketika mengambil kebijakan penting di keluarga. Rasulullah juga memberikan hak pada perempuan untuk menolak pernikahan yang tersebut tidaklah mereka itu inginkan.

“Hal ini menunjukkan bahwa sangat sebelum masa modern, ajaran Islam menggerakkan adanya kesetaraan gender lalu menghargai otonomi perempuan di menentukan nasibnya sendiri,” ungkap Alissa.

Related Articles

Back to top button