Nasional

Pakar Hukum Tata Negara UGM: Presiden Harus Tanggung Jawab berhadapan dengan Kejahatan Demokrasi

Gragehotels.co.id – JAKARTA – Ketua Departemen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada ( UGM ) Zaenal Arifin Mochtar mengungkapkan harus ada yang tersebut bertanggung jawab melawan rusaknya hukum serta demokrasi pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pemilihan Umum 2024. Menurutnya, presiden sebagai kepala negara sudah ada melakukan kejahatan demokrasi lantaran menggunakan kekuasaannya dengan membagikan bansos dan juga pengerahan aparat demi kepentingan elektoral.

“Apa pun itu, putusan MK sudah ada diambil, perselisihan sudah ada selesai. Nah sekarang apa yang digunakan harus kita lakukan, saya kira sekurang-kurangnya ada dua hal, nggak harus diambil oleh kita semua. Yang pertama adalah rentetan dari itu (sengketa Pilpres) tiada berakhir, siapa yang mana melanggar aturan hukum, siapa yang dimaksud merusak penegakan hukum, siapa yang tersebut merusak demokrasi harus dibawa ke pertanggungjawaban hukum,” katanya pada waktu ditemui di dalam UGM, Selasa (23/04/2024).

Dia mengatakan, pada putusan MK, terdapat tiga hakim yang secara gamblang menyatakan adanya kejahatan demokrasi lewat bansos serta pengaplikasian aparat yang digunakan direkayasa ke arah pemilihan presiden. Dalam hal ini, presiden adalah orang yang tersebut seharusnya bertanggung jawab.

“Saya kira bunyi putusan itu, setidak-tidaknya tiga orang dissenter (dissenting opinion) itu jelas-jelas menyatakan bahwa harus ada yang dimaksud bertanggung jawab terhadap kejahatan demokrasi merupakan bansos yang dimaksud direkayasa menuju arah pemilihan kemudian pengaplikasian aparat yang digunakan direkayasa ke arah pemilihan, kemudian saya kira penanggungjawabnya adalah presiden,” imbuhnya.

Maka dari itu, kata dia, DPR harus betul-betul didorong untuk mengajukan hak angket sebagai upaya mewujudkan penegakan hukum tersebut. Dia menyatakan sengketa pilpres merupakan persoalan yang serius, sehingga tiada boleh dibiarkan begitu saja. “Proses yang keliru tiada boleh dibiarkan tanpa pertanggungjawaban,” ujarnya.

Di sisi lain, Arif memohon terhadap rakyat untuk masih melakukan pengawasan kebijakan pemerintah juga konsolidasi untuk menguatkan kemampuan kontrol pemerintah. Dia khawatir, dengan kemenangan pasangan capres-cawapres Prabowo lalu Gibran akan mengulang kejahatan demokrasi selama periode menjabat.

“Ini catatan untuk publik sipil, kita juga harus melakukan konsolidasi untuk menguatkan yang digunakan namanya untuk mengontrol pemerintah. Salah satu ketakutan terhadap kemenangan ketika ini adalah ketika demokrasi diinjak-injak dengan mudah, ketika proses penegakan hukum itu dirusak. Nah, siapa yang tersebut sanggup menjamin bahwa masa 2024 sampai 2029 tak akan mengulang penindasan yang digunakan telah terjadi sekian lama di dalam rezim Jokowi, apalagi rezim anaknya ini kan kayak melanjutkan saja, kan,” tuturnya.

Related Articles

Back to top button